top navigation

Kumpulan Puisi Tentang Alam [ Terbaru 2020 ]

Alam - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

ANGIN YANG BERALIH

benarkah angin ini mulai enggan dengan masa
mengikuti suara burung-burung, menemani hingga sarangnya
dan membawa benih-benih yang terjatuh ke tanah
membujuk air untuk menari
menerpanya hingga kehidupan baru tumbuh
membelainya bersama senyum cahaya
dan mengirimkan tanda begitu bunga-bunga telah menyapa dari tidurnya,

benarkah kau begitu bosan?
bersama kehidupanmu untukku

mungkin telah bercerita burung-burung yang lapar, benih kering yang mati,
air keruh merindu lautan untuk mengadu?
dan udara panas yang terkirimkan hingga kini
tiada pula kau kerjapkan tanda untuk rintik hujan yang menderas

pastilah langkah ini semakin risau, menginginkan hembusmu menyapaku
kicau bersahut yang semakin berlalu,
berlalu bersama iringan penyesalanku


TELAGA DI TEPI DESA

Kudayung sejadi-jadinya perahu mungil ini
Dengan harapan tuk berlomba dengan ayah dan bunda
Agar tak tertinggal menikmati indahnya telaga
Yang biasanya kukunjungi bersama keluarga
Pada setiap akhir pekan

Akhirnya sampailah di sebuah pemberhentian
Rimbun pepohonan di kanan kiri telaga
Memberikan kesan teduh nan segar

Airnya yang begitu tenang
Menajdikan pelemas otot dan saraf
Rerumputan nan segar dan tebal
Mengajakku tuk merebahkan diri
Dengan nyaman dan penuh kedamaian

Telaga di tepi desa ini
Sudah jadi tempat favorit kami
Tempat yang jauh dari kata ramai
Sangatlah nyaman tuk menenangkan diri


PESONA ALAM HIJAU

Terperosok pada hamparan hijau
Menggantung pada nuansa manja ilalang

Tunggu! Akan ku hirup perlahan aroma rumput ini
Sebab, ku tau inilah ciptaan Tuhan yang harus kita nikmati
Jauh di ufuk kehijauan
Dengan dasar coklat yang menyatu pada komponen penting
Berbasis kesuburan, yang terikat pada keindahan tanaman liar
Sebut saja Bunga.
Bunga menjadikan sepasang aksa siap meraih

Sentuhan halus jemari mungil
Siap mengabadikan momen kemekarannya
Bidikan-bidikan kecil siap menjadikan momen indah untuk dikenang
Sebagai hal ciptaan Tuhan yang terindah


MAHA MERU

Saat mataku memandang di ketinggian
Tampak kalimat tercipta dari samudra
Dan angin yang mencari keberadaanmu
Ketika tanya dari gunung
Bersuara lalu meninggalkan
Salah satu nama di laguku
Mahameru

Luruh cahaya jaman
Jiwaku keliru berjalan menuruti air
namun takdirku turut pada kehendak lain
dan kutemukan asa
manakala kekuatan yang kupinta lebih
dan ragaku tiada ingin meminta berhenti
sementara langkahku turut
menapak jalan Mahameru

Semakin lekat ucapanmu
dalam hati menguji
antara rasa dan pemikiran
memenuhi cita bagai matahari
turut menerangi
setapak jalan berliku gunung
yang terbentang pelosok negeri


ANGIN DAN KEMEGAHANNYA

Oleh Gyasbudyanto

Angin…..
Begitulah kita tau akan namanya.
Angin tak dapat kita rengkuh.
Namun kita dapat merasakan sentuhannya.

Angin bisa bermanfaat bahkan juga bersahabat.
Hingga kita bisa menikmatinya.
Namun ….
Kemarahan angin tak dapat kita menduga.
Diantara kuasanya, angin meluluh lantakan semuanya.
Tanpa ada yang tersisa di hadapannya.

Angin….
Bisa menjadi kabar bahagia untuk mu.
Bahkan bisa menjadi kabar isu bertopeng rindu.
Pahamilah….
Kabar apa yang angin bawa untuk mu.

Angin…..
Tetaplah akan menjadi angin.
Kemana pun ia akan berhembus.
Kita tak akan pernah tau arah dan tujuannya.
Itu lah angin dan kemegahannya.


CANTIKMU DI SEBERANG NUSA

Selalu terbayang kelana, berbisik pada lautan tenang
Mungkin berpesan pada mutiara bertebar

Di ribuan nusa, atau hijau yang meraya
tertiup bayu, menggoyang tari ilalang
dan pesan ku menggema di ruang lapang
menikmati berkas pelangi, di biru lazuardi
dan cantikmu, jadikan syair lagu

belum lama, ku mengenalmu
berdegub dalam diamku, terekam dalam tenaga tak bersuara

ah negeriku, karena cintaku, ku tersenyum menghirup nafasmu
atau berdiri di ular besi, di bus buatan penjajah

dan rinai hujan asam tak hentikan derai tawaku
karena terlalu dangkal jika ku menjadi marah

sementara jejakku belum pernah menjelajah
dan melihat paras elok dari damainya rasa setia
yang tersembunyi di seberang nusa


DERAI CEMARA UDANG

Angin pantai disela gerimis
Mendera pelan, sejenak
Berteduh di bawah
Pohon-pohon cemara udang

Kemudian lenyap ke arah
Gubuk-gubuk bambu yang reot
Tanpa atap di tepian jalanan pantai

Senja ini..
Tiada yang romantis atau membiuskan angan
Ke dalam khayal yang beku
Dan ratusan hari terkubur diam

Pantai ini telah sepi..
Hanya derai cemara udang..
Hanya rintik gerimis yang tidak kunjung reda
Tidak juga menjadi hujan deras

Ada yang berubah
Pantai ini merubah dirinya menjadi teduh, hijau
Dan di beberapa sudut tumbuh padang rumput
Ada cemara udang, perahu nelayan
Yang sepuluh tahun yang lalu belum kulihat
Ini adalah pantai kenangan


GERSANG

Menanam mawar hanya menjadikanku ingat pada kenangan
Duri-duri di tubuhmu menandakan jiwamu
mampu bertahan di tanah kering
yang menampung air jadi kembang

sementara jiwaku gersang
tak bisa meraba kata-kata
hanya untuk satu bait puisi


EMBUN HARAPAN

Tetesan embun, nan lembut
Mengayun indah di pelepah dedaun
Perlahan, kupandangi ia bergerak
Ke kiri ia bergoyang, seperti memanggil
Sesekali ke arah kanan,

Seolah ia sedang berteriak
Aku mulai kebingungan

Di reremang senja,
Aku kehilangan akal
Tak tahu lagi dimana menempatkan diri
Berpihak untuk menyahut panggilan
Ataukah aku harus mendengar teriakan

Sebegitu jahatkah senja kepadaku?
Ya. Selaksa senja memang jahat
Menjeratku dalam lamunan panjang
Pilihan-pilihan berat yang dibuatnya
Sesaat mematikan akal sehat
Hingga aku tersesat

Kini, embun harapan tak lagi kudapat
Senja yang keras kepala membuatnya lenyap
Ia dihayun, hingga kemudian dihempas
Riuh, senja tak lagi mendamai
Kendati sang fajar menyingsing,
Senja tak kuasa membendungny


DOA PAK TANI

Doa sang pak tani di malam gundah
setelah melewati siang yang lelah
lemah pada detak jantungnya terucap
bilur-bilur rindu kan musim suasana panen.

seperti nyanyian klasik pada siulan burung padi
sambil memejamkan mata berbulu liar
melingkar panjang menusuk kelupak sari
dengan terbang riang bertasbih
mengulas doa-doa sang pak tani dimulai pagi hari.

yang kini mengembang di ambang gumpalan awan bersahaja, menjadi bola-bola kegelisaan
di ujung manik-manik gerimis pun kerut tipis matanya, menyibak tirai pintu bumi berdebuan.


NEGERIKU MENJERIT LAGI

Karya : Vivi Alidia Yahya

Suara insan terus menggema
Saat detik merubah segalanya
Wajah cemas…
Napas yang terhela
Airmata anak manusia menancap bagai panah di bumi pertiwi
Guncangan dahsyat, meluluh lantakkan senyum di pipi

Di pulau itu; Donggala
Sekotak harapan terbungkus rapi; kala itu

Kini, 28 September 2018
Hilang melayang ditelan takdir

Lagi-lagi negeriku menjerit
Terseret dalam alur-Nya
Hancur lebur kala itu

Ternyata, Tuhan uji mereka
Seberapa kuat hambanya mencintai-Nya
Walau harus mendengar negeriku menjerit lagi


SEBUAH MOMEN INDAH

Wahai gunung yang kokoh dan perkasa
Engkaulah sang tiang pancang
Penyanggah yang terdiam namun megah
Penyeimbang alam bumi,
Agar tetap seimbang tidak terus berguncang

Banyak orang takjub dengan kebesaranmu
Banyak orang ingin mendaki dekat denganmu
Mereka berusaha menaklukan dirimu,
Diatas puncak bukit ikrarkan keberhasilan

Namun pada akhirnya mereka akan turun,
Pulang kembali menjalani hari demi hari
Hanya menyisakkan momen pendakian,
Yang penuh kesan untuk segera kembali lagi


GARAM GERAM

Oleh Ali Amrullah

Geram garamku terguyur hujan
Kencang angin tak imbang mentari bersinar
Geram garamku kosong airku
“Jarangan” penuh tak pernah mengalir
Tak ada air “Jokan”
Apalagi “Snitan”

Geram garamku gemuruh terus menggelegar
“Glinding” menganggur
“Kerokan” manyun
Tak ada yang perlu berputar
Air Tua dibalas Air Muda
Tak perlu “Meleram”
“Ngeleb” apalagi…

Geram garamku diamkan saja
Tak ada Air 20
Pun jua 25

Geram garamku
Aku pun geram…
Tak perlu mengutuk gelap sore langit
Tak Perlu mengutuk Tuhan

“Kumbang” dulu romantis
“Laut” pun selalu senyum manis
Kini…
“Barat” menyeringai

Aku tak perlu lagi geram
Geram garamku kian musnah di naungan Allahumma
Berharap kemarau datang sebelum imsak tahun depan
Agar kami masih bisa makan
Minum
Tidur
Bernaung
Berkumpul
Layaknya manusia

28 Oktober 2011

Aku tak perlu geram…..

Meski aku perlu garam.


TANGISAN BURUNG-BURUNG

Dan di dalam hati,
aku lah yang paling tersenyum bahagia,
melebihi mati ataupun itu tentang hidup.

Mari kita menari diatas bukit-bukit tandus
dan melihat daun-daun ilalang yang layu menguning dibakar matahari siang tadi.

dan dengarlah siulan burung-burung gunung
seakan melepas tangis meminta hujan
pada Tuhan, agar bumi tak mati dalam kelaparan.

INDAHNYA ALAM NEGERI INI

Kicauan burung terdengar merdu
Menandakan adanya hari baru
Indahnya alam ini membuatku terpaku
Seperti dunia hanya untuk diriku

Kupejamkan mataku sejenak
Kurentangkan tanganku sejenak
Sejuk, tenang, senang kurasakan
Membuatku seperti melayang kegirangan

Wahai pencipta alam
Kekagumanku sulit untuk kupendam
Dari siang hingga malam
Pesonanya tak pernah padam

Desiran angin yang berirama di pegunungan
Tumbuhan yang menari-nari di pegunungan
Begitu indah rasanya
Bak indahnya taman di surga

Keindahan alam terasa sempurna
Membuat semua orang terpana
Membuat semua orang terkesima
Tetapi, kita harus menjaganya

Agar keindahannya takkan pernah sirna


VARIASI PADA SUATU PAGI

sebermula adalah kabut; dan dalam kabut
senandung lonceng, ketika selembar daun luruh,
setengah bermimpi, menepi ke bumi, luput
(kaudengarkah juga seperti Suara mengaduh?)

dan cahaya (yang membasuhmu pertama-tama)
bernyanyi bagi capung, kupu-kupu, dan bunga; Cahaya
(yang menawarkan kicau burung) susut tiba-tiba
pada selembar daun tua, pelan terbakar, tanpa sisa

menjelma bayang-bayang. Bayang-bayang yang tiba-tiba tersentak
ketika seekor burung, menyambar capung

selamat pagi pertama bagi matahari,
risau bergerak-gerak

ketika sepasang kupu-kupu merendah ke bumi basah, bertarung


DISAMPING JALAN SETAPAK

Tanah basah menggunung di tepi desa
Desa di dekat lembah sana
Di sana, kami biasa mengambil air
Air sungai di sana benar-benar jernih
Kami suka tinggal di sana

Biasa kami susuri rumah-rumah bambu
Untuk capai air yang ingin kami minum, kami cuci, kami mandi
Biasa kami susuri jalan setapak berpasir
Untuk mengambil seember air penuh berkah, kami syukuri
Walaupun jauh dan lelah, ibu kami benar setia pada anaknya

Kami singgah di sana
Dan duduk lelah sambil istirahat, jamuan pemandangan menepisnya
Duduk di samping jalan setapak
Angin berembus kencang, benar-benar tak terlupa
Air ini kenangan, aliran deras menuju yang terendah

Apa daya, sudah sedih keluarga kami, sungai itu menghitam
Tak tahu mengapa, kami tak peduli, namun bukan kami
Lintah darat yang melakukannya
Ku menangis, apakah tak ada lintah darat yang lebih baik lagi?


PENGHIJAUAN

Oleh Nur Mustafidah

Nun Jauh di sana….
Terdapat tangan – tangan jahil ,
Merusak dan mencemarkan Alam…
Tak Kenal rasa iba…

Kini terlihat sudah…
Bencana datang melanda!
Menimpa makhluk yang tak berdosa…
Karena ulah mereka…

Sadarlah kau manusia!
Janganlah kau berbuat begitu,
Mari kita lakukan penghijauan
Demi melestarikan alam….


BUNGA TERATAI

Para penjual
Berkeliling mengitari jalanan itu
Semula pernah
Ketika aku datang ke sana
Tempat itu baunya amis

Sempat, aku berpikir kenangan itu
Karena di sanalah
Aku mengenal bunga yang indah
Tak tahu namanya, masih kecil
Tak tahu namanya, masih polos
Tak tahu namanya, masih bodoh

Sempat, aku bertanya
Apa namanya, Pak Penjual?
Oh ini, serunya kuingat
Teratai!
Aku mengetahuinya,
Teratai namanya begitu

Lucu juga bunga itu, kataku
Berwarna-warni padahal
Aku tidak lagi sedih
Warna-warni kan seharusnya buat senang
Tapi aku lagi tidak sedih

Pernah kubeli satu
Kutanam di rumahku
Hingga saat ini aku jaga
Seperti aku menjaga alam
Tercemar, tak akan kubiarkan terataiku juga
Karena harta ibu pertiwi
Harus aku jaga juga
Walaupun aku masih kecil untuk tugas “menjaga”


TANGAN TAK BERTANGGUNG JAWAB

Hancur segalanya
Akibat yang sederhana
Namun berat nan besar
Terlihat biasa namun menghancurkan
Udara yang segar
Kini tak terhirup kembali
Burung yang sering berkicau
Kini tak tampakkan keelokkannya lagi
Api membara
Terus membakar
Khalayak rayap pemusnah
Harapan yang musnah
Ribuan orang penuh kesedihan
Tangis menyayat hati
Kesengsaraan bertubi – tubi
Bagai beban diatas gunung
Yang menjulang tinggi.


LAUTAN BUMI PERTIWI

entang luas alam Negeriku
Puisi ini.. ku berikan cinta untukmu
Semilir angin dipesisir laut

Menyadarkan arti sebuah keanekaragaman
Rimpuh.. kisahmu kini
Nestapa yang kian membuncah
Sadar bahwa usiamu kini sudah menua

Tapi hasrat.. kau selalu di genggam
Pohon, danau, laut mulai mengobarkan industri alam yang baru
Mengisi cinta pada perolehan yang kelak tidak menjadi kekal
Nabastala berkata.

Bahwa bumi ini akan menjadi bumi yang kekal dan abadi
Dengan pancaran indah pesona sang Ilahi


INDONESIAKU HIJAU

Secercah harapan kunanti
Melihat Indonesiaku hijau
Kapan dan kapan
ia semakin tua

Oh…Indonesia
Kulihat engkau memutih
Tergerai dentuman industri
engkau semakin redup

Oh…Indonesia
Kapan aku menatapmu hijau
Dengan semburat angin sepoi
Kuingin habiskan sisa hidupku
Tuk melihatmu tersenyum


BAK NEGERI DONGENG

Suara kokok ayam jantan
Membuatku tergugah dari lelapku
Kubuka tirai jendela
Sebuah keindahan terpampang nyata

Dari ketinggian ini kubisa menyaksikan
Begitu indah bentangn alam desa
Yang saat ini ada di hadapan mata

Dari sini kulihat lembah nan indah
Dengan aneka bunga warna warni
di sepanjang kakan kiri jalan setapak

Pemukiman penduduk yang berjajar di kaki lembah
Terlihat seperti mainan rumah-rumahan barbie
Yang biasa kupajang di rumah

Mentari masih malu-malu di balik awan
Sementara burung  tak tahan tuk tinggal di sarangnya
Di sela-sela awan mereka berlomba terbang
Tuk dapatkan makanan favoritnya hari ini
Entahlah, mungkin cacing atau belalang

Sungguh indah lukisan alam ini
Bak diri ini terdampar di negeri dongeng
Yang suasana alamnya indah tiada tara


SABDA BUMI

Belum tampak mendung merenung bumi
Seberkas haru larut terbalut kalut dan takut
Terpaku ratap menatap Jiwa-jiwa penuh rindu
Hangatkan dahaga raga yang sendu merayu

Bulan tak ingin membawa tertawa manja
Kala waktu enggan berkawan pada hari
Saat bintang bersembunyi sunyi sendiri
Terhapus awan gelap melahap habis langit

Bulan memudar cantik menarik pada jiwa ini
Hitam memang menang menyerang terang
Tetapi mekar fajar bersama mentari akan menari
Bersama untaian senandung salam alam pagi.


SENJA DI SUDUT UFUK TIMUR

Oleh Safi’i Pagurawan

Indah langit mega memerah siang berlalu tanpa pamit
jenuh tua mulai tak berdaya genggam dayung
bahtera rapuh,
jatuh keringat mu seperti tak hampa
meniti kehidupan yang sebatas asa,
sayu adzan belum berlalu pandangan ketepi namun belum berujung
lengah ombak seolah kesempatan

Bersujud menatap, mengharap nirwana,
langgam mendayu riuh camar sudah punah
di telan sang senja,
kayuh bahtera tak padam di tengah kelam,hanya berteman sang bayu yang bisu menyelimuti tubuh
renta mu,di sudut ufuk timur kau terus berhayal
kosong.

Jarak demi jarak mulai lalu setiap jengkal untuk
membunuh kerinduan yang di lengah kan waktu,tak
tahu rejeki ini hari entah cukup entah tidak,namun senyum mu seolah menutupi beban yang begitu
kejam tuk di lalui.

Malam ini kau pejam kan mata mu agar esok tak di
lampau oleh embun.
Bahtera mendayu di damping ilahi semesta saksi.


PERMAINYA DESAKU

Oleh NN

Sawah mulai menguning
mentari menyambut datangnya pagi
ayam berkokok bersahutan
petani bersiap hendak ke sawah.

Padi yang hijau
siap untuk dipanen
petani bersuka ria
beramai – ramai memotong padi

Gemercik air sungai
begitu beningnya
bagaikan zamrud khatulistiwa
itulah alam desaku yang permai

RENUNGAN PENDAKIAN

Salju dingin menutupi sebagian dirimu
Dengan hamparan hutan sejauh mata memandang
Kau tetap berdiri kokoh terselimuti es abadi

Mendaki gunung berikan tantangan,
Dan juga kepuasaan.
Ada hal yang tidak didapat sebelumnya
Melihat kemurnian alam,
Menatap kokohnya gunung,
Walau terselimuti salju abadi

Kita mungkin bisa sampai ke puncak bukit
Merasakan kesenangan dan kebahagiaan
Namun pada akhirnya kita pun akan menyerah
Dan harus turun kembali menjalani kehidupan

Alam pegunungan begitu indah dan megah
Tidak bisa ditaklukan,
Walau sudah kita daki ribuan kali,
Dia ada sebagai penyeimbang
Agar kita tetap aman tidak berguncang


SIMPONI PAGI DI DESA

Hijaunya rerumputan
Membawa butiran basah embun
Yang melembabkan segala kekeringan

Hembusan anginnya yang semilir dingin
Mendera kabut yang masih enggan beranjak
Tuk menyelimuti desa pagi ini

Secangkir kopi susu dan ketela bakar khas desa
Mewarnai suguhan pagi di meja kayu milik ibu
Suasana inilah yang selalu merasuk ke hatiku
Yang suatu saat pasti akan dirindu

Kidung tradisional ala desa
Terngiang dari sudut ruang
Dari radio lama Kakek
Yang hingga kini masih terjaga

Gemericik air dari kolam ikan depan rumah
Kian menambah syahdu alunan alam desa
Di pagi nan penuh keindahan ini

Bagai alunan simfoni alam di pagi hari
Yang menyentuh seluruh rasa dan hatiku
Hingga tak ingin beranjak dan berlalu pergi

 

ALAM DESA

Bukit di atas tanah

Tertutup kabut tipis

Hawa sejuk mentari cerah

Padang rumput menghijau manis

Gemericik air di sungai terdengar halus

Halimun pagi menetes teduh

Air terjun mengguruh deru

Melaju membiru pantai

Sejuk asin hangat pesisir

Menerangi panorama desa

Mewarnai guratan alam

Mencipta indah alam desa

 

INDONESIAKU

Satu negara makmur

Ratusan budaya kaya

Pulau beribu-ribu

Teteapi tetap satu

Bhinekka Tunggal Ika

Tetap satu walau berbeda

Itulah Indonesia

Ratusan juta rakyatnya

Tanahnya subur gembur

Kaya hasil alam

Itulah istimewa negaraku

Indonesiaku

 

KAMPUNG HALAMANKU

Gunung tinggi bukit menjulang

Sawah hijau menghampar

Langit biru mempesona

Itulah rumah asalku

Kampung halamanku

Semburan mentari di ufuk timur

Surya pagi memancarkan sinarnya

Sebersit sepoi angin berhembus

Mengiringi jalan bapak ke sawah

Ditemani nyanyian riang bocah

 

KEMANA PERGINYA ALAM LESTARI

Karya: Jay Limandjaya

Dulu sering ku lihat hamparan hijau sawah beratapkan langit biru

Kiri kanan sawah, tengahnya sungai

Di antara gunung matahari terbit malu-malu

Namun sekarang kemana?

Lapisan tanah becek berwarna coklat setiap habis hujan

Kini tanahku berwarna abu

Lama kucari tanah becekku

Tapi kenapa sekarang tak nampak?

Cemara kehidupan tinggi menjulang

Menjadi rumah bagi banyak hewan buatan Tuhan

Sekarang cemaranya tidak berwarna hijau dan teduh

Tetap tinggi tapi banyak jendela, banyak lampu

Mengapa bisa begitu?

Sering banjir, sering longsor

Di barat ada asap bikin marah tetangga

Padahal dahulu tidak begitu

Ibu pertiwi cuma tersedu tapi tidak malu

Sayang sekali ibu pertiwi kini tidak hanya sedih

Menanggung pilu sambil tertatih

Anak-anaknya nakal semua

Biar dimarahi tapi tak pernah jera

 

BUNGA 

Sehari bungamu mekar

Lalu kelopakmu berguguran

Wangimu harum waktu mekar

Kini tiada lagi manismu

Sebentar saja wangimu

Padahal bunga lain bisa mekar lama

Sayangnya bunga ini cepat gugur secepat mekarnya

Secepat masa muda dan masa tua

Makanya ketika muda banyak belajar

Supaya waktu tidak terbuang percuma

 Mengabdi diri supaya berguna

Jadi walaupun gugur akan terus mekar

 

PANTAI

Sinar surya terbit

Menyadarkan mataku

Mataku melihat birunya pantai

Pasirnya putih lembut sekali

Kerang di pantai berserakan

Membuat tangan gatal memainkannya

Sayangnya kini pantaiku rusak

Putih bersihnya ternoda kotor

Ombak bersih menyeret sampah

Tebaran kerang hilang semua

Tidak usah bertanya ulah siapa

Karena ini akibat tangan manusia

Mudah-mudahan mereka nanti sadar

Apa yang sesungguhnya telah diperbuat

Atau mungkin harus mulai dari diri sendiri

Supaya tidak ikut merusak

Lalu kurogoh kantongku

Ku ambil kerangku dan kusimpan kembali di pasir putih 

 

HIJAU, BIRU DAN HITAM

Karya: Jay Limandjaya

Kututup mataku sambil memandang lurus

Kulihat hitam

Kubuka mataku  mendongak ke atas

Kulihat biru

Kualihkan mataku kebawah

Kulihat hijau

Lalu, kututup lagi mataku

Lagi, kulihat hitam

Lama ku memejam

Sambil mengandai

Kira-kira warna apalagi berikutnya

Kubuka mataku mendongak ke atas

Kulihat mendung

Kualihkan mataku kebawah

Kulihat abu

Sebentar saja ku memejam
Sambil menyadari

Biru dan hijaunya

Kini sudah berganti warna

 

 PEMANDANGAN ALAM

Sejauh mataku memandang

Pohon hijau tinggi menjulang

Gunung besar menantang

Dipayungi langit biru yang biru terang

Di bawahnya mengalir sungai bening

Warnanya bersih dingin sekaliANGIN YANG BERALIH

benarkah angin ini mulai enggan dengan masa
mengikuti suara burung-burung, menemani hingga sarangnya
dan membawa benih-benih yang terjatuh ke tanah
membujuk air untuk menari
menerpanya hingga kehidupan baru tumbuh
membelainya bersama senyum cahaya
dan mengirimkan tanda begitu bunga-bunga telah menyapa dari tidurnya,

benarkah kau begitu bosan?
bersama kehidupanmu untukku

mungkin telah bercerita burung-burung yang lapar, benih kering yang mati,
air keruh merindu lautan untuk mengadu?
dan udara panas yang terkirimkan hingga kini
tiada pula kau kerjapkan tanda untuk rintik hujan yang menderas

pastilah langkah ini semakin risau, menginginkan hembusmu menyapaku
kicau bersahut yang semakin berlalu,
berlalu bersama iringan penyesalanku


TELAGA DI TEPI DESA

Kudayung sejadi-jadinya perahu mungil ini
Dengan harapan tuk berlomba dengan ayah dan bunda
Agar tak tertinggal menikmati indahnya telaga
Yang biasanya kukunjungi bersama keluarga
Pada setiap akhir pekan

Akhirnya sampailah di sebuah pemberhentian
Rimbun pepohonan di kanan kiri telaga
Memberikan kesan teduh nan segar

Airnya yang begitu tenang
Menajdikan pelemas otot dan saraf
Rerumputan nan segar dan tebal
Mengajakku tuk merebahkan diri
Dengan nyaman dan penuh kedamaian

Telaga di tepi desa ini
Sudah jadi tempat favorit kami
Tempat yang jauh dari kata ramai
Sangatlah nyaman tuk menenangkan diri


PESONA ALAM HIJAU

Terperosok pada hamparan hijau
Menggantung pada nuansa manja ilalang

Tunggu! Akan ku hirup perlahan aroma rumput ini
Sebab, ku tau inilah ciptaan Tuhan yang harus kita nikmati
Jauh di ufuk kehijauan
Dengan dasar coklat yang menyatu pada komponen penting
Berbasis kesuburan, yang terikat pada keindahan tanaman liar
Sebut saja Bunga.
Bunga menjadikan sepasang aksa siap meraih

Sentuhan halus jemari mungil
Siap mengabadikan momen kemekarannya
Bidikan-bidikan kecil siap menjadikan momen indah untuk dikenang
Sebagai hal ciptaan Tuhan yang terindah


MAHA MERU

Saat mataku memandang di ketinggian
Tampak kalimat tercipta dari samudra
Dan angin yang mencari keberadaanmu
Ketika tanya dari gunung
Bersuara lalu meninggalkan
Salah satu nama di laguku
Mahameru

Luruh cahaya jaman
Jiwaku keliru berjalan menuruti air
namun takdirku turut pada kehendak lain
dan kutemukan asa
manakala kekuatan yang kupinta lebih
dan ragaku tiada ingin meminta berhenti
sementara langkahku turut
menapak jalan Mahameru

Semakin lekat ucapanmu
dalam hati menguji
antara rasa dan pemikiran
memenuhi cita bagai matahari
turut menerangi
setapak jalan berliku gunung
yang terbentang pelosok negeri


ANGIN DAN KEMEGAHANNYA

Oleh Gyasbudyanto

Angin…..
Begitulah kita tau akan namanya.
Angin tak dapat kita rengkuh.
Namun kita dapat merasakan sentuhannya.

Angin bisa bermanfaat bahkan juga bersahabat.
Hingga kita bisa menikmatinya.
Namun ….
Kemarahan angin tak dapat kita menduga.
Diantara kuasanya, angin meluluh lantakan semuanya.
Tanpa ada yang tersisa di hadapannya.

Angin….
Bisa menjadi kabar bahagia untuk mu.
Bahkan bisa menjadi kabar isu bertopeng rindu.
Pahamilah….
Kabar apa yang angin bawa untuk mu.

Angin…..
Tetaplah akan menjadi angin.
Kemana pun ia akan berhembus.
Kita tak akan pernah tau arah dan tujuannya.
Itu lah angin dan kemegahannya.


CANTIKMU DI SEBERANG NUSA

Selalu terbayang kelana, berbisik pada lautan tenang
Mungkin berpesan pada mutiara bertebar

Di ribuan nusa, atau hijau yang meraya
tertiup bayu, menggoyang tari ilalang
dan pesan ku menggema di ruang lapang
menikmati berkas pelangi, di biru lazuardi
dan cantikmu, jadikan syair lagu

belum lama, ku mengenalmu
berdegub dalam diamku, terekam dalam tenaga tak bersuara

ah negeriku, karena cintaku, ku tersenyum menghirup nafasmu
atau berdiri di ular besi, di bus buatan penjajah

dan rinai hujan asam tak hentikan derai tawaku
karena terlalu dangkal jika ku menjadi marah

sementara jejakku belum pernah menjelajah
dan melihat paras elok dari damainya rasa setia
yang tersembunyi di seberang nusa


DERAI CEMARA UDANG

Angin pantai disela gerimis
Mendera pelan, sejenak
Berteduh di bawah
Pohon-pohon cemara udang

Kemudian lenyap ke arah
Gubuk-gubuk bambu yang reot
Tanpa atap di tepian jalanan pantai

Senja ini..
Tiada yang romantis atau membiuskan angan
Ke dalam khayal yang beku
Dan ratusan hari terkubur diam

Pantai ini telah sepi..
Hanya derai cemara udang..
Hanya rintik gerimis yang tidak kunjung reda
Tidak juga menjadi hujan deras

Ada yang berubah
Pantai ini merubah dirinya menjadi teduh, hijau
Dan di beberapa sudut tumbuh padang rumput
Ada cemara udang, perahu nelayan
Yang sepuluh tahun yang lalu belum kulihat
Ini adalah pantai kenangan


GERSANG

Menanam mawar hanya menjadikanku ingat pada kenangan
Duri-duri di tubuhmu menandakan jiwamu
mampu bertahan di tanah kering
yang menampung air jadi kembang

sementara jiwaku gersang
tak bisa meraba kata-kata
hanya untuk satu bait puisi


EMBUN HARAPAN

Tetesan embun, nan lembut
Mengayun indah di pelepah dedaun
Perlahan, kupandangi ia bergerak
Ke kiri ia bergoyang, seperti memanggil
Sesekali ke arah kanan,

Seolah ia sedang berteriak
Aku mulai kebingungan

Di reremang senja,
Aku kehilangan akal
Tak tahu lagi dimana menempatkan diri
Berpihak untuk menyahut panggilan
Ataukah aku harus mendengar teriakan

Sebegitu jahatkah senja kepadaku?
Ya. Selaksa senja memang jahat
Menjeratku dalam lamunan panjang
Pilihan-pilihan berat yang dibuatnya
Sesaat mematikan akal sehat
Hingga aku tersesat

Kini, embun harapan tak lagi kudapat
Senja yang keras kepala membuatnya lenyap
Ia dihayun, hingga kemudian dihempas
Riuh, senja tak lagi mendamai
Kendati sang fajar menyingsing,
Senja tak kuasa membendungny


DOA PAK TANI

Doa sang pak tani di malam gundah
setelah melewati siang yang lelah
lemah pada detak jantungnya terucap
bilur-bilur rindu kan musim suasana panen.

seperti nyanyian klasik pada siulan burung padi
sambil memejamkan mata berbulu liar
melingkar panjang menusuk kelupak sari
dengan terbang riang bertasbih
mengulas doa-doa sang pak tani dimulai pagi hari.

yang kini mengembang di ambang gumpalan awan bersahaja, menjadi bola-bola kegelisaan
di ujung manik-manik gerimis pun kerut tipis matanya, menyibak tirai pintu bumi berdebuan.


NEGERIKU MENJERIT LAGI

Karya : Vivi Alidia Yahya

Suara insan terus menggema
Saat detik merubah segalanya
Wajah cemas…
Napas yang terhela
Airmata anak manusia menancap bagai panah di bumi pertiwi
Guncangan dahsyat, meluluh lantakkan senyum di pipi

Di pulau itu; Donggala
Sekotak harapan terbungkus rapi; kala itu

Kini, 28 September 2018
Hilang melayang ditelan takdir

Lagi-lagi negeriku menjerit
Terseret dalam alur-Nya
Hancur lebur kala itu

Ternyata, Tuhan uji mereka
Seberapa kuat hambanya mencintai-Nya
Walau harus mendengar negeriku menjerit lagi


SEBUAH MOMEN INDAH

Wahai gunung yang kokoh dan perkasa
Engkaulah sang tiang pancang
Penyanggah yang terdiam namun megah
Penyeimbang alam bumi,
Agar tetap seimbang tidak terus berguncang

Banyak orang takjub dengan kebesaranmu
Banyak orang ingin mendaki dekat denganmu
Mereka berusaha menaklukan dirimu,
Diatas puncak bukit ikrarkan keberhasilan

Namun pada akhirnya mereka akan turun,
Pulang kembali menjalani hari demi hari
Hanya menyisakkan momen pendakian,
Yang penuh kesan untuk segera kembali lagi


GARAM GERAM

Oleh Ali Amrullah

Geram garamku terguyur hujan
Kencang angin tak imbang mentari bersinar
Geram garamku kosong airku
“Jarangan” penuh tak pernah mengalir
Tak ada air “Jokan”
Apalagi “Snitan”

Geram garamku gemuruh terus menggelegar
“Glinding” menganggur
“Kerokan” manyun
Tak ada yang perlu berputar
Air Tua dibalas Air Muda
Tak perlu “Meleram”
“Ngeleb” apalagi…

Geram garamku diamkan saja
Tak ada Air 20
Pun jua 25

Geram garamku
Aku pun geram…
Tak perlu mengutuk gelap sore langit
Tak Perlu mengutuk Tuhan

“Kumbang” dulu romantis
“Laut” pun selalu senyum manis
Kini…
“Barat” menyeringai

Aku tak perlu lagi geram
Geram garamku kian musnah di naungan Allahumma
Berharap kemarau datang sebelum imsak tahun depan
Agar kami masih bisa makan
Minum
Tidur
Bernaung
Berkumpul
Layaknya manusia

28 Oktober 2011

Aku tak perlu geram…..

Meski aku perlu garam.


TANGISAN BURUNG-BURUNG

Dan di dalam hati,
aku lah yang paling tersenyum bahagia,
melebihi mati ataupun itu tentang hidup.

Mari kita menari diatas bukit-bukit tandus
dan melihat daun-daun ilalang yang layu menguning dibakar matahari siang tadi.

dan dengarlah siulan burung-burung gunung
seakan melepas tangis meminta hujan
pada Tuhan, agar bumi tak mati dalam kelaparan.


INDAHNYA ALAM NEGERI INI

Kicauan burung terdengar merdu
Menandakan adanya hari baru
Indahnya alam ini membuatku terpaku
Seperti dunia hanya untuk diriku

Kupejamkan mataku sejenak
Kurentangkan tanganku sejenak
Sejuk, tenang, senang kurasakan
Membuatku seperti melayang kegirangan

Wahai pencipta alam
Kekagumanku sulit untuk kupendam
Dari siang hingga malam
Pesonanya tak pernah padam

Desiran angin yang berirama di pegunungan
Tumbuhan yang menari-nari di pegunungan
Begitu indah rasanya
Bak indahnya taman di surga

Keindahan alam terasa sempurna
Membuat semua orang terpana
Membuat semua orang terkesima
Tetapi, kita harus menjaganya

Agar keindahannya takkan pernah sirna


VARIASI PADA SUATU PAGI

sebermula adalah kabut; dan dalam kabut
senandung lonceng, ketika selembar daun luruh,
setengah bermimpi, menepi ke bumi, luput
(kaudengarkah juga seperti Suara mengaduh?)

dan cahaya (yang membasuhmu pertama-tama)
bernyanyi bagi capung, kupu-kupu, dan bunga; Cahaya
(yang menawarkan kicau burung) susut tiba-tiba
pada selembar daun tua, pelan terbakar, tanpa sisa

menjelma bayang-bayang. Bayang-bayang yang tiba-tiba tersentak
ketika seekor burung, menyambar capung

selamat pagi pertama bagi matahari,
risau bergerak-gerak

ketika sepasang kupu-kupu merendah ke bumi basah, bertarung


DISAMPING JALAN SETAPAK

Tanah basah menggunung di tepi desa
Desa di dekat lembah sana
Di sana, kami biasa mengambil air
Air sungai di sana benar-benar jernih
Kami suka tinggal di sana

Biasa kami susuri rumah-rumah bambu
Untuk capai air yang ingin kami minum, kami cuci, kami mandi
Biasa kami susuri jalan setapak berpasir
Untuk mengambil seember air penuh berkah, kami syukuri
Walaupun jauh dan lelah, ibu kami benar setia pada anaknya

Kami singgah di sana
Dan duduk lelah sambil istirahat, jamuan pemandangan menepisnya
Duduk di samping jalan setapak
Angin berembus kencang, benar-benar tak terlupa
Air ini kenangan, aliran deras menuju yang terendah

Apa daya, sudah sedih keluarga kami, sungai itu menghitam
Tak tahu mengapa, kami tak peduli, namun bukan kami
Lintah darat yang melakukannya
Ku menangis, apakah tak ada lintah darat yang lebih baik lagi?


PENGHIJAUAN

Oleh Nur Mustafidah

Nun Jauh di sana….
Terdapat tangan – tangan jahil ,
Merusak dan mencemarkan Alam…
Tak Kenal rasa iba…

Kini terlihat sudah…
Bencana datang melanda!
Menimpa makhluk yang tak berdosa…
Karena ulah mereka…

Sadarlah kau manusia!
Janganlah kau berbuat begitu,
Mari kita lakukan penghijauan
Demi melestarikan alam….


BUNGA TERATAI

Para penjual
Berkeliling mengitari jalanan itu
Semula pernah
Ketika aku datang ke sana
Tempat itu baunya amis

Sempat, aku berpikir kenangan itu
Karena di sanalah
Aku mengenal bunga yang indah
Tak tahu namanya, masih kecil
Tak tahu namanya, masih polos
Tak tahu namanya, masih bodoh

Sempat, aku bertanya
Apa namanya, Pak Penjual?
Oh ini, serunya kuingat
Teratai!
Aku mengetahuinya,
Teratai namanya begitu

Lucu juga bunga itu, kataku
Berwarna-warni padahal
Aku tidak lagi sedih
Warna-warni kan seharusnya buat senang
Tapi aku lagi tidak sedih

Pernah kubeli satu
Kutanam di rumahku
Hingga saat ini aku jaga
Seperti aku menjaga alam
Tercemar, tak akan kubiarkan terataiku juga
Karena harta ibu pertiwi
Harus aku jaga juga
Walaupun aku masih kecil untuk tugas “menjaga”


TANGAN TAK BERTANGGUNG JAWAB

Hancur segalanya
Akibat yang sederhana
Namun berat nan besar
Terlihat biasa namun menghancurkan
Udara yang segar
Kini tak terhirup kembali
Burung yang sering berkicau
Kini tak tampakkan keelokkannya lagi
Api membara
Terus membakar
Khalayak rayap pemusnah
Harapan yang musnah
Ribuan orang penuh kesedihan
Tangis menyayat hati
Kesengsaraan bertubi – tubi
Bagai beban diatas gunung
Yang menjulang tinggi.


LAUTAN BUMI PERTIWI

entang luas alam Negeriku
Puisi ini.. ku berikan cinta untukmu
Semilir angin dipesisir laut

Menyadarkan arti sebuah keanekaragaman
Rimpuh.. kisahmu kini
Nestapa yang kian membuncah
Sadar bahwa usiamu kini sudah menua

Tapi hasrat.. kau selalu di genggam
Pohon, danau, laut mulai mengobarkan industri alam yang baru
Mengisi cinta pada perolehan yang kelak tidak menjadi kekal
Nabastala berkata.

Bahwa bumi ini akan menjadi bumi yang kekal dan abadi
Dengan pancaran indah pesona sang Ilahi


INDONESIAKU HIJAU

Secercah harapan kunanti
Melihat Indonesiaku hijau
Kapan dan kapan
ia semakin tua

Oh…Indonesia
Kulihat engkau memutih
Tergerai dentuman industri
engkau semakin redup

Oh…Indonesia
Kapan aku menatapmu hijau
Dengan semburat angin sepoi
Kuingin habiskan sisa hidupku
Tuk melihatmu tersenyum


BAK NEGERI DONGENG

Suara kokok ayam jantan
Membuatku tergugah dari lelapku
Kubuka tirai jendela
Sebuah keindahan terpampang nyata

Dari ketinggian ini kubisa menyaksikan
Begitu indah bentangn alam desa
Yang saat ini ada di hadapan mata

Dari sini kulihat lembah nan indah
Dengan aneka bunga warna warni
di sepanjang kakan kiri jalan setapak

Pemukiman penduduk yang berjajar di kaki lembah
Terlihat seperti mainan rumah-rumahan barbie
Yang biasa kupajang di rumah

Mentari masih malu-malu di balik awan
Sementara burung  tak tahan tuk tinggal di sarangnya
Di sela-sela awan mereka berlomba terbang
Tuk dapatkan makanan favoritnya hari ini
Entahlah, mungkin cacing atau belalang

Sungguh indah lukisan alam ini
Bak diri ini terdampar di negeri dongeng
Yang suasana alamnya indah tiada tara


SABDA BUMI

Belum tampak mendung merenung bumi
Seberkas haru larut terbalut kalut dan takut
Terpaku ratap menatap Jiwa-jiwa penuh rindu
Hangatkan dahaga raga yang sendu merayu

Bulan tak ingin membawa tertawa manja
Kala waktu enggan berkawan pada hari
Saat bintang bersembunyi sunyi sendiri
Terhapus awan gelap melahap habis langit

Bulan memudar cantik menarik pada jiwa ini
Hitam memang menang menyerang terang
Tetapi mekar fajar bersama mentari akan menari
Bersama untaian senandung salam alam pagi.


SENJA DI SUDUT UFUK TIMUR

Oleh Safi’i Pagurawan

Indah langit mega memerah siang berlalu tanpa pamit
jenuh tua mulai tak berdaya genggam dayung
bahtera rapuh,
jatuh keringat mu seperti tak hampa
meniti kehidupan yang sebatas asa,
sayu adzan belum berlalu pandangan ketepi namun belum berujung
lengah ombak seolah kesempatan

Bersujud menatap, mengharap nirwana,
langgam mendayu riuh camar sudah punah
di telan sang senja,
kayuh bahtera tak padam di tengah kelam,hanya berteman sang bayu yang bisu menyelimuti tubuh
renta mu,di sudut ufuk timur kau terus berhayal
kosong.

Jarak demi jarak mulai lalu setiap jengkal untuk
membunuh kerinduan yang di lengah kan waktu,tak
tahu rejeki ini hari entah cukup entah tidak,namun senyum mu seolah menutupi beban yang begitu
kejam tuk di lalui.

Malam ini kau pejam kan mata mu agar esok tak di
lampau oleh embun.
Bahtera mendayu di damping ilahi semesta saksi.


PERMAINYA DESAKU

Oleh NN

Sawah mulai menguning
mentari menyambut datangnya pagi
ayam berkokok bersahutan
petani bersiap hendak ke sawah.

Padi yang hijau
siap untuk dipanen
petani bersuka ria
beramai – ramai memotong padi

Gemercik air sungai
begitu beningnya
bagaikan zamrud khatulistiwa
itulah alam desaku yang permai


RENUNGAN PENDAKIAN

Salju dingin menutupi sebagian dirimu
Dengan hamparan hutan sejauh mata memandang
Kau tetap berdiri kokoh terselimuti es abadi

Mendaki gunung berikan tantangan,
Dan juga kepuasaan.
Ada hal yang tidak didapat sebelumnya
Melihat kemurnian alam,
Menatap kokohnya gunung,
Walau terselimuti salju abadi

Kita mungkin bisa sampai ke puncak bukit
Merasakan kesenangan dan kebahagiaan
Namun pada akhirnya kita pun akan menyerah
Dan harus turun kembali menjalani kehidupan

Alam pegunungan begitu indah dan megah
Tidak bisa ditaklukan,
Walau sudah kita daki ribuan kali,
Dia ada sebagai penyeimbang
Agar kita tetap aman tidak berguncang


SIMPONI PAGI DI DESA

Hijaunya rerumputan
Membawa butiran basah embun
Yang melembabkan segala kekeringan

Hembusan anginnya yang semilir dingin
Mendera kabut yang masih enggan beranjak
Tuk menyelimuti desa pagi ini

Secangkir kopi susu dan ketela bakar khas desa
Mewarnai suguhan pagi di meja kayu milik ibu
Suasana inilah yang selalu merasuk ke hatiku
Yang suatu saat pasti akan dirindu

Kidung tradisional ala desa
Terngiang dari sudut ruang
Dari radio lama Kakek
Yang hingga kini masih terjaga

Gemericik air dari kolam ikan depan rumah
Kian menambah syahdu alunan alam desa
Di pagi nan penuh keindahan ini

Bagai alunan simfoni alam di pagi hari
Yang menyentuh seluruh rasa dan hatiku
Hingga tak ingin beranjak dan berlalu pergi

 

ALAM DESA

Bukit di atas tanah

Tertutup kabut tipis

Hawa sejuk mentari cerah

Padang rumput menghijau manis

Gemericik air di sungai terdengar halus

Halimun pagi menetes teduh

Air terjun mengguruh deru

Melaju membiru pantai

Sejuk asin hangat pesisir

Menerangi panorama desa

Mewarnai guratan alam

Mencipta indah alam desa

 

INDONESIAKU

Satu negara makmur

Ratusan budaya kaya

Pulau beribu-ribu

Teteapi tetap satu

Bhinekka Tunggal Ika

Tetap satu walau berbeda

Itulah Indonesia

Ratusan juta rakyatnya

Tanahnya subur gembur

Kaya hasil alam

Itulah istimewa negaraku

Indonesiaku

 

KAMPUNG HALAMANKU

Gunung tinggi bukit menjulang

Sawah hijau menghampar

Langit biru mempesona

Itulah rumah asalku

Kampung halamanku

Semburan mentari di ufuk timur

Surya pagi memancarkan sinarnya

Sebersit sepoi angin berhembus

Mengiringi jalan bapak ke sawah

Ditemani nyanyian riang bocah

 

KEMANA PERGINYA ALAM LESTARI

Karya: Jay Limandjaya

Dulu sering ku lihat hamparan hijau sawah beratapkan langit biru

Kiri kanan sawah, tengahnya sungai

Di antara gunung matahari terbit malu-malu

Namun sekarang kemana?

Lapisan tanah becek berwarna coklat setiap habis hujan

Kini tanahku berwarna abu

Lama kucari tanah becekku

Tapi kenapa sekarang tak nampak?

Cemara kehidupan tinggi menjulang

Menjadi rumah bagi banyak hewan buatan Tuhan

Sekarang cemaranya tidak berwarna hijau dan teduh

Tetap tinggi tapi banyak jendela, banyak lampu

Mengapa bisa begitu?

Sering banjir, sering longsor

Di barat ada asap bikin marah tetangga

Padahal dahulu tidak begitu

Ibu pertiwi cuma tersedu tapi tidak malu

Sayang sekali ibu pertiwi kini tidak hanya sedih

Menanggung pilu sambil tertatih

Anak-anaknya nakal semua

Biar dimarahi tapi tak pernah jera

 

BUNGA 

Sehari bungamu mekar

Lalu kelopakmu berguguran

Wangimu harum waktu mekar

Kini tiada lagi manismu

Sebentar saja wangimu

Padahal bunga lain bisa mekar lama

Sayangnya bunga ini cepat gugur secepat mekarnya

Secepat masa muda dan masa tua

Makanya ketika muda banyak belajar

Supaya waktu tidak terbuang percuma

 Mengabdi diri supaya berguna

Jadi walaupun gugur akan terus mekar

 

PANTAI

Sinar surya terbit

Menyadarkan mataku

Mataku melihat birunya pantai

Pasirnya putih lembut sekali

Kerang di pantai berserakan

Membuat tangan gatal memainkannya

Sayangnya kini pantaiku rusak

Putih bersihnya ternoda kotor

Ombak bersih menyeret sampah

Tebaran kerang hilang semua

Tidak usah bertanya ulah siapa

Karena ini akibat tangan manusia

Mudah-mudahan mereka nanti sadar

Apa yang sesungguhnya telah diperbuat

Atau mungkin harus mulai dari diri sendiri

Supaya tidak ikut merusak

Lalu kurogoh kantongku

Ku ambil kerangku dan kusimpan kembali di pasir putih 

 

HIJAU, BIRU DAN HITAM

Karya: Jay Limandjaya

Kututup mataku sambil memandang lurus

Kulihat hitam

Kubuka mataku  mendongak ke atas

Kulihat biru

Kualihkan mataku kebawah

Kulihat hijau

Lalu, kututup lagi mataku

Lagi, kulihat hitam

Lama ku memejam

Sambil mengandai

Kira-kira warna apalagi berikutnya

Kubuka mataku mendongak ke atas

Kulihat mendung

Kualihkan mataku kebawah

Kulihat abu

Sebentar saja ku memejam
Sambil menyadari

Biru dan hijaunya

Kini sudah berganti warna

 

 PEMANDANGAN ALAM

Sejauh mataku memandang

Pohon hijau tinggi menjulang

Gunung besar menantang

Dipayungi langit biru yang biru terang

Di bawahnya mengalir sungai bening

Warnanya bersih dingin sekali

Di kiri kanan sawah kuning menghampar

Luas membentang

Hasil letih para petani

Berjuang di tengah terik demi memanen padi

 Ketika mentari terbenam

Warnanya emas kemerahan

Berisik angin meniup lembut

Seluruh penat di benakku

Tak kuasa diri menampik

Kuasa indah pemandangan ini

 

Di kiri kanan sawah kuning menghampar

Luas membentang

Hasil letih para petani

Berjuang di tengah terik demi memanen padi

 Ketika mentari terbenam

Warnanya emas kemerahan

Berisik angin meniup lembut

Seluruh penat di benakku

Tak kuasa diri menampik

Kuasa indah pemandangan ini

 

Kumpulan Puisi Tentang Alam [ Terbaru 2020 ] Kumpulan Puisi Tentang Alam [ Terbaru 2020 ] Reviewed by Muhammad Khairadhi on May 08, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.